Rabu, 18 April 2012

Teori Interaksionisme Simbolik

B. POKOK PEMBAHASAN

1.      Pengertian
a.       Pengertian interaksi simbolik secara etimologi
Pengertian interaksi dalam kamus bahasa Indonesia adalah saling mempengaruhi , saling menarik, saling meminta dan memberi.[1]Dalam bahasa inggris disebut interaction[2] yang dalam kamus ilmiah berarti pengaruh timbal balik, saling mempengaruhi satu sama lain[3]. Sedangkan simbolik dalam kamus bahasa indonesia berarti perlambangan, dan dalam bahasa inggris disebut symbolic yang dalam kamus ilmiah berarti perlambangan, gaya bahasa yang melukiskan suatu benda dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau pelambang.

b.      Pengertian interaksi dan simbolik secara terminologi
Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsa­fah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi.[4]
Interaksionisme simbolik (IS) adalah nama yang diberikan kepada salah satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah pernyataan-pernyataan seperti “definisi situasi”, “realitas dimata pemiliknya”, dan “jika orang mendefinisikan situasi itu nyata, maka nyatalah situasi itu dalam konsekuensinya”, menjadi paling relevan. Meski agak berlebihan, nama IS itu jelas menunjukkan jenis-jenis aktifitas manusia yang unsur-unsurnya memandang penting untuk memusatkan perhatian dalam rangka memahami kehidupan sosial.[5]

2. Kontruksi Teori Interaksionisme Simbolis
              a.     Sifat-sifat
Teori interaksionisme simbolik dikonstruksikan atas sejumlah ide-ide dasar. Ide dasar ini mengacu pada masalah-masalah kelompok manusia atau masyarakat, interaksi sosial, obyek, manusia sebagai pelaku, tindakan manusia dan interkoneksi dari saluran-saluran tindakan. Secara bersama-sama, ide-ide mendasar ini mepresentasikan cara dimana teori interaksonalisme simbolik ini memandang masyarakat mereka memberikan perangkat kerja pada ilmu sekaligus menganalisisnya. Secara singkat kita akan mempelajari kerangka-kerangka itu:
1.      Sifat masyarakat
Secara mendasar, masyarakat atau kelompok-kolompok manusia berada dalam tindakan dan harus dilihat dari segi tindakan pula. Prinsip utama dari teori interaksionisme simbolis adalah apapun yang berorientasi secara empiris atas masyarakat manusia, dan darii mana pun asalnya, haruslah memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat manusia tersebut terdiri dari orang-orang yang sedang bersama-sama dalam sebuah aksi sosial manusia.[6]
2.      Sifat interaksi social
Menurut Tri Dayakisni Hudaniah yang mengutip dalam buku Bimo Walgito Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya dimana individu yang satu dapat mempengaruhi individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Sementara dalam buku Soekanto yang dikutip oleh Tri Dayakisni mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan antar orang per orang atau dengan kelompok manusia.[7]
Masyarakat merupakan bentukan dari interaksi antar individu. Teori interaksionisme melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah penyebab kspresi tingkah laku manusia.
3.      Ciri-ciri Obyek
Posisi teori interaksionisme simbolik adalah bahwa “dunia-dunia” yang ada untuk manusia dan kelompok-kelompok mereka adalah terdiri dari obyek-obyek sebagai hasil dari interksi simbolis. Sebuah obyek adalah sesuatu yang dapat diindikasikan atau di tunjukkan. Obyek yang sama mempunyai arti yang berbeda-beda untuk individu yang berbeda pula. Dari proses indikasi timbal balik, obyek-obyek umum bermunculan. Obyek-obyek yang memiliki arti yang sama bagi sekelompok manusia, akan dipandang dengan cara yang sama pula oleh mereka.[8]
4.      Manusia sebagai makhluk bertindak
Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, yaitu makanan, minuman dan lain-lain.[9]
Teori interaksionisme simbolis memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu pengertian yang mendalam, yakni suatu makhluk yang ikut serta dalam berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri dengan membuat indikasi sendiri, dan memberikan respon pada sejumlah indikasi. Dalam pengertian ini, manusia sebagai makhluk yang ikut serta dalam berinteraksi sosial dengan dirinya sendiri, bukanlah makhluk yang hanya merespon saja, akan tetapi makhluk yang bertindak atau beraksi, sebuah makhluk yang harus mencetak sederetan aksi berdasarkan pada perhitungan, tidak hanya berfungsi melepaskan respon pada interaksi sosial yang ada.



5.      Sifat aksi manusia
Manusia individual adalah manusia yang mengartikan dirinya dalam dunia ini agar bertindak. Tindakan atau aksi bagi manusia terdiri dari perhitungan berdasarkan berbagai hal yang ia perhatikan dan penampakan sejumlah tindakan berdasarkan pada bagaimana dia menginterpretasikannya. Dalam berbagai hal tersebut, sesorang harus masuk ke dalam proses pengnalan dari pelakunya agar mengerti tindaka atau aksinya pandagan ini berlaku juga untuk aksi bersama atau kolektif dimana sejumlah individu ikut di perhitungkan. Aksi bersama adalah hasil dari sebuah proses interaksi yang interpretatif.
6.      Pertalian aksi
Aksi bersama dari situasi-situasi baru, muncul dalam sebuah masyarakat yang “bermasalah”, dimana peraturan-peraturan yang ada tidak mencukupi. Proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Aksi bersama mengacu pada aksi-aksi yang merubah sangat banyak kehidupan kelompok manusia. aksi bersama tidak hanya menyajikan pertalian horisontal tetapi juga pertalian vertikal denan aksi bersama sebelumnya.[10]
    b.    Orientasi Metodologis
Adalah benar bahwa seseorang akan dapat mendekati dunia sosial empiris dan menggali kedalamannya sejauh ia menghendaki. Proses itu membutuhkan riset yang cermat dan jujur, imajinatif dan kreatif, disiplin dan tekun, proses yang nalar dan kelenturan dalam pemikiran. Di samping itu, riset tersebut juga harus secara hati-hati mempertimbangkan penemuan orang lain. Disini di butuhkan adanya kesediaan terus menerus untuk menguji dan menyusun kembali pandangan-pandangan orang atas bidang keilmuan tertentu. Meski bukan berarti jika tidak mengikutai prosedur yang baku, lantas disebut sebagai penelitian yang lentur. Menurut Blumer teori interaksionisme simbolis telah di dekati dengan dua pendekatan utama, yakni eksplorasi dan inspeksi. Berangkat dari kedua pendekatan di atas, beberapa implikasi metodologis para ahli teori interaksionisme simbolis terhadap kehidupan kelompok dan aksi sosial dapat kita lihat pada empat hal:
1)      Individu, baik sendiri-sendiri maupun bersama, siap bertindak berdasarkan obyek-obyek yang ada dalam dunia mereka. Hal ini memiliki implikasi metodologis yang mendalam, sebab ini serta merta berarti bahwa jika ilmuan tersebut ingin memahami aksi seseorang maka harus melihat obyeknya sebagaimana ilmuan tersebut melihat mereka.
2)      Kolektifitas manusia haruslah dalam bentuk sebuah proses dimana mereka membuat tanda-tanda satu sama lain, dan saling mengartikan tanda-tanda tersebut. Ini berarti bahwa masing-masing tingkah laku harus dibangun dari sudut pandang tingkah laku orang lain dengan sipa mereka berinteraksi.
3)      Tindakan-tindakan sosial secara sendiri-sendiri atau bersama, dibangun melalui sebuah proses dimana para pelaku memperhatikan, mengartikan dan memperhitungkan atau menilai situasi yang menghadang mereka.[11] Uraian George Mead selanjutnya tinkah laku sosial dapat pula berasal dari status sosial ekonomi individu dimana status sosial ekonomi mengandung tuntutan tingkah laku sosial tertentu dan harus dipenuhi oleh individu yang bersangkutan. Misal tingkah laku kepala sekolah di masyarakat harus lebih baik dari tingkah laku anggota masyarakat umum atau kebanyakan.[12]
4)      Tindakan-tindakan pertalian komplek yang ada dalam organisasi atau institusi tertentu dimana bagia struktur berada dalam kondisi saling ketergantungan merupakan sesuatu yang terus-menerus bergerak, dan bukanlah masalah yang statis. Teori interaksionisme simbolis melihat organisasi yang bersifat sosial seperti itu merupaka bentuk tersendiri dari orang-orang yang dipersatukan dalam aksi-aksi mereka sendiri.[13]

c.      Interaksionalisme Simbolik: Prinsip-prinsip Dasar
Tidak mudah menggolongkan pemikiran ke dalam teori dalam artian umum karena seperti dikatakan Paul Rock, pemikiran ini “sengaja dibangun secara samar” dan merupakan “resistensi terhadap sistemasisasi”. Ada beberapa perbedaan signifikan dalam interaksionalisme simbolik. Menurut Dauglas Goodman yang mengutip dari beberapa tokoh interaksionalisme simbolik Blumer, Meltzer, Rose, dan Snow telah mencoba menghitung jumlah prinsip dasar teori ini, yang meliputi[14]:
  •       Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir.
  •       Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.
  •       Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu.
  •       Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi.
  •       Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.
  •       Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relative mereka, dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakan itu.
  •       Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.


    3.      Riwayat hidup tokoh
          a)      Chales Horton Cooley
Charles H. Cooley lahir 17 Agustus 1864 di Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat. Hanya untuk beberapa waktu, hampir seumur hidupnya ia habiskan dengan tetap berada di Ann Arbor. Kemudian, belajar di Universitas Michigan da mengajar di almamaternya. Disertai doktoralnya berjudul Teori Transportasi (the theory of transportation). Gagasan ini sesungguhnya merupakan sebuah studi yang merintis jalan pada pendekatan human ecology yang dikembangkan akademisi-akademisi Chicago school. Cooley tidak tertarik dengan human ecology, malahan ia meninggalkan kajian itu dan menekuni elemen-elemen psikologis dalam fenomena sosiologi.
Kemudian, sebagai guru ia meninggalkan jejaknya pada ilmu sosial Amerika, yakni pada sosiologi, psikologi sosial, dan ekonomi institusional. Tetapi, ia menghindari kebiasaan kontemplasi tenang, misalnya, menolak gelar profesor pada Universitas Columbia dalam “megalopolis” New York yang berisik. Sekalipun ia mau mengabdi (dengan malas) sebagai presiden American Sociological Association (ASA) tahun 1918. Kemudian, dari tahun ke tahun, pekerjaan praktis Cooley adalah menyumbangkan konsep-konsep kepemimpinan dalam perjuangan organisasi buruh dan penelesaian perumahan.[15]
Dia merupakan sosiolog yang memandang bahwa hidup manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan. Secara biologis, manusia tak berbeda satu sama lain, tetapi secara sosial tentu sangat berbeda. Perkembangan historis telah mengakibatkan bentuk-bentuk masyarakat yang berbeda-beda. Setiap masyarakat harus dipandang sebagai keseluruhan organis, dimana individu merupakan bagian yang tak terpisahkan. Dalam pandangan Cooley, individu ada berkat proses berlanjut hidup secara biologis dan sosial. Sebaliknya, masyarakat sangat terkantung dari individu, karena individu itulah yang menyumbangkan sesuatu pada kehidupan bersama. Kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Individu dan masyarakat bukanlah relitas-realitas yang terpisah, melainkan merupakan aspek-aspek distributif dan kolektif dari gejala yang sama. Dengan demikian, antara individu dan masyarakat merupakan dua sisi dari realitas yang sama. Keduannya ibarat dua sisi dari satu mata uang.
Cooley mengatakan bahwa masyarakat dan individu bukanlah dua relitas yang berdiri secara terpisah, melainkan dua sisi dari relitas yang satu dan sama. Realitas tunggal adalah hidup manusia. Hidup itu agar dipandang dari segi individualitasnya, atau dari segi sosialnya, dari segi keunikannya, sejauh pada setiap individu ada hal yang tidak ada dalam orang lain. Sedangkan pembedaan antara individualitas dan masyarakat (sosial) dilakukan oleh akar budi manusia itu sendiri.[16]
            Dalam Human Nature and the Social Order, menguraikan beberapa istilah dalam ilmu sosial yang kerap saling bertentangan.misalnya kemauan sendiri (free choice) dan peraturan masyarakat (Social Suggestion). Dari sini kita juga memahami bahwa istilah ini memberi kesan seakan-akan ada oposisi antara kebebasan dengan kewajiban; antara otonomi individu dengan hegemoni dstruktur-struktur masyarakat. Kita menggunakan peristilahan yang memberikan pengertian bahwa seakan-akan “di luar sana” ada sesuatu yang benar-benar bebas. Padahal dalam kenyataan tak ada sama sekali wilayah ehidupan manusia yang bisa dilepaskan dari masyakat yang di dalamnya penuh dengan peraturan-peraturan.
            Dalam hal ini Colley mengatakan bahwa perbedaan antara kemauan sendiri dengan kemauan masyarakat tidaklah bersifat sebagai suatu antitesis. Dalam hal ini kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa suatu perbuatan itu “dikehendaki oleh masyarakat” atau dikehendaki sendiri “. Sebaliknya, social suggestionand free choice adalah hubungan yang saling mengendalikan dan hanya merupakan saat-saat yang berlainan dalam proses adanya perbuatan manusia. Sehingga bisa dikatakan bahwa perbuatan itu tidak pernah berada dalam suatu kondisi creatio ex nihilio, akan tetapi selalu merupakan suatu penyusunan unsur-unsur sosial yang sudah ada sebelumnya.
            Sedangkan diantara istilah-istilah sosial yang dalam bahasa abstraknya aling men olak, namun dalam praktik nyatannya saling mengadaikan dan melengkapi adalah egoisme dan altruisme. Yang satu selalu mengandung yang lain, dan yang lain selalu mengandung yang satunya. Tak pernah ada egoisme yang mutlak dari dirinya sendiri, dan sama sekali tidak membutuhkan bantuan atau kehadiran orang lain. Mengapa demikian? Veeger mengatakan bahwa, pertama, kesadaran diri sebagai ego berasal dari kontrak dengan orang lain, dan kedua, apa saja yang ada pada diri individu telah diterima oleh orang lain, dan masih terus akan di bagi bersama demikian logika yang sama juga menimpa altruisme. Altruisme berasal dari kata alter yang berarti yang lain. Tidak ada altruisme yang mutlak dan menyeluruh.
            Dengan demikian, ucapan termasyhur dari Rene Descartes bahwa cogiti ergo sum (saya berpikir maka saya ada) adalah sesuatu yang salah.[17]
            Di sisi lain, dalam analisisnya mengenai pertumbuhan sosial individu, Cooley mengacu pada gagasan wiliam james tentang konsep “diri sosial”. Konsep “diri” seseorang dipahami sebagai bayangan yang menurut dirinya dimiliki oleh orang lain (tentang dirinya tersebut). Sehingga bisa dikatakan bahwa seseorang melihat dirinya melalui mata orang lain.
            Inilah yang kemudian oleh Cooley disebut sebagai looking-glaas self, yang didalamnya terdapat tiga unsur yang dapat dibedakan yakni:
1.      Bayangan mengenai bagaimana orang lain melihat diri kita
2.      Bayangan mengenai pendapat yang dipunyai oleh orang lain mengenai diri kita
3.      Rasa-diri yang bisa bersifat positif maupun negatif.
Bagi Cooley, “diri” itu dikonstruksikan ke dalam kelompok primer (primary groups). Kelompok ini memiliki pengaruh yang sangat mendasar, seperti yang terdapat dalam sebuah keluarga ataupun lingkungan teman-teman dekat. Dalam kehidupan primary groups ini terdapat hubungan face to face dan ke-‘kita’-an yang kuat.[18]

       b)      George Herbert Mead
George Herbert Mead dilahirkan di South Hadley, Massachussetts, Amerika pada 27 Februari 1863, anak dari seorang pendeta (clergyman, minister). Ayahny, Hiram Mead, adalah pendeta gereja kongregasional dan juga mengajar di seminari teologi di Oberlin, Ohio. Sementara itu Ibunya, Elizabeth Storrs Billings, adalah perempuan berpendidikan yang mengajar di Oberlin College selama dua tahun, kemudian menjadi presiden di Mount holyoke College selama 10 tahun.
Ketika berumur 7 tahun, George H. Mead masuk Fakultas Teologi di Oberlin College di Ohio, dan selesai tahun 1883. Ketika menjadi mahasiswa di sini, Mead berteman secara baik dengan Henry Castle, seorang yang berasal dari keluarga kaya, keluarga yang berpendidikan baik, yang memiliki tanah luas dan pengaruh politik di Hawai. Selama kuliah, keduanya banyak berdidkusi tentang filsafat dan agama sehingga menjadi semakin kritis pada kepercayaan yang bergantung pada konsepsi supranatural. Mereka juga mengembangkan cukup luas tentang sastra, puisi, dan sejarah.[19]
Dia merupakan pengaruh terpenting bagi Blumer, sosiolog selanjutnya dalam teori interaksionisme simbolik yang terkenal melalui bukunya, mind, self and society dan beberapa buku selanjutnya merupakan karya penting Mead. Mead memperkenalkan dialektika hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Bagi Mead, individu merupakan makhluk yang sensitif dan aktif. Keberadaan sosialnya sangat mempengaruhi bentuk lingkungannya (secara sosial maupun dirinya sendiri)  secara efektif, sebagaimana lingkungan mempengaruhi kondisi sensitivitas dan aktifitasnya. Mead menekankan bahwa individu itu bukanlah merupakan “budak masyarakat”. Dia membentuk masyarakat sebagaimana masyarakat membentuknya.
            Bagi Mead, tertib masyarakat akanterjadi manakala ada komunikasi yang dipraktikkan melalui simbol-simbol. Untuk menjelaskan sifat spesifik komunikasi ini, maka komunikasi antar manusia harus di bandingkan dengan komunikasi antar hewan.
            Gambaran mead yang terkenal dalam hal ini adalah mengenai anjing yang berkelahi. Setiap isyarat seekor anjing merupakan stimulasi bagi munculnya respon anjing lainnya. Demikian pula sebaliknya, sehingga akan terjadi saling memberi dan menerima.  Anjing-anjing itu menyatu dalam “perbincangan isyarat”. Meski isyarat-isyarat itu sendiri bukan merupakan suatu yang berarti , sebab isyarat itu tak membawa makna. Anjing-anjing tiu bersiap dan mengantisipasi posisi yang lain secara spontan.[20]
      c)      John Dewey
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, pendidik dan pengkritik sosial yang  lahir di Burlington, Vermont 20 Oktober 1859. Dewey kecil adalah seorang yang gemar membaca namun tidak menjadi seorang siswa yang brilian di antara teman-temannya ketika itu. Ia masuk ke Universitas Vermont dalam tahun 1875 dan mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas Jons Hopkins, di mana dalam tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di universitas tersebut. Di universitas terakhir ini, Dewey pernah mengikuti kuliah logika dari Pierce, orang yang menggagas munculnya pragmatisme. Walaupun demikian, pengaruh terbesar darang dari guru dan sahabatnya G.S. Morris, seorang idealis. Dari tahun 1884 samai 1888, Dewey mengajar pada Universitas Michigan dalam bidang filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas Minnesota. Akan tetapi pada akhir tahun yang sama, ia pindah ke Universitas Michigan dan menjadi kepala bidang filsafat. Tugas ini dijalankan sampai tahun 1894, ketika ia pindah ke Universitas Chicago yang membawa banyak pengaruh pada pandangan-pandangannya tentang pendidikan sekolah di kemudian hari. Ia menjabat sebagai pemimpin departemen filsafat dari tahun 1894-1904 di universitas ini. Ia kemudian mendirikan Laboratory School yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School. Di pusat penelitian ini ia pun memulai penelitiannya mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praksis sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai ganti, ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan murid dalam diskusi dan pemecahan masalah. Selama periode ini pula ia perlahan-lahan meninggalkan gaya pemikiran idealisme yang telah mempengaruhi sejak pertemuan dengan Morris. Jadi selain menekuni pendidikan, ia juga menukuni bidang logika, psikologi dan etika.[21]
Dia merupakan pemikir yang terkenal dengan filsafat instrumentalis-nya. Filsafat instrumentalis merupakan pandangan yang melihat bahwa antara etika dan ilmu, teori dan praktik, berpikir dan bertindak, putusan faktual dan putusan evaluatif; adalah dua hal yang selalu menyatu dan tidak terpisahkan satu dengan lainya.
            Misalnya, tidak ada alasan bagi orang untuk mempertanyakan soal value-free science. Prinsip itu berlandaskan pada suatu teori pengenalan, yang tidak memahami pikiran manusia sebagai fotocopy atau pencerminan dunia luar, melainkan sebagai hasil dari kegiatan manusia itu sendiri. Manusia terlibat aktif dalam proses pengenalan. Dia memandang kesadarannya pada hal-hal yang ada dari luar. Dia mempermasalahkan hal-hal atau benda itu. Dia bertanya-tanya, apa arti mereka ; bagaimana memahami mereka; apa yang harus dibuat sehubungan dengan mereka sesungguhnya. Sebelum dia menentukan sikap dan perbuatannya terhadap mereka, dia melakukan sebagai pertimbangan dan menilainya, untuk kemudian memilih dari berbagai kemungkinan dalam bertindak. Dalam proses yang bersifat aktif ini, fikiran manusia tidak hanya berperan sebagai ‘’instrumen’’, melainkan juga menjadi bagian dari sikap manusia.
            Teori pengenalan ini menghasilkan suatu citra manusia yang dinamis, anti deterministik dan dengan optimisme. Manusia tidak secara pasif menerima begitu saja pengetahuannya dari luar, tapi sebaliknya secara aktif dan dinamis membentuk sendiri pengetahuan dan tindakannya. Lingkungan soial dan situasi tertentu di mana seseorang hidup tidak sampai pada tingkat yang mendeterminasi dirinya, tapi merupakan kondisi-kondisi terhadap bagaimana dia menentukan sikapnya. Gambaran manusia yang demikian ini mengendalikan kepercayaan akan kemampuan manusia, yang mendasari optimisme.[22]


       d)     Herbert Blumer
Herbert Blumer lahir 7 Maret 1900, di St. Louis, Missouri. Ia bekarier di Fakultas Sosiologi pada Universitas Chicago tahun 1927-1952. Blumer adalah murid dari George H. Mead, yang juga mengajar di Universitas Chicago. Setelah Mead meninggal di tahun 1931, Blumer banyak mengganti posisi gurunya tersebut. Tidak heran jika gagasan Blumer banyak mengacu pada tradisi keilmuan yang telah dirintis oleh gurunya itu. Tidak main-main, waktu Blumer untuk mengembangkan gagasan Mead sampai 25 tahun.
Menariknya, selam era Chicago, selain aktif menekuni keilmuan, ia juga sempat melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti bermain sepak bola profesional, sebagai mediator dalam perselisihan perburuhan, dan mewawancarai tokoh-tokoh jahat pada sebuah gang. Penghargaan tertinggi sesuai dengan profesi saat Blumer menjadi redaktur dari American jurnal of sociology dari tahun 1941-1952. Juga, sebagai Presiden American sociological Association (ASA) pada tahun 1956.
Menurut Rachmad K. Dwi Susilo yang mengutip dalam buku Gordon Marshall Bisa dicatat bahwa sumbangan penting Blumer adalah kegetolannya dalam mengembangkan pendekatan/perspektif interaksionisme simbolik dalam sosiologi Amerika. Beberapa penulis mengatakan bahwa yang menciptakan istilah interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) adalah Blumer. Menurut Rachmad yang mengutip dalam bukunya Ruth. A. Wallace dan Alison Wolf, Dengan mengembangkan beberapa konsep penting, seperti penafsiran (interpretation), struktur dan proses, dan metodologi, kajian tentang interaksi yang diantarai penafsiran dan simbol terasa menjadi lebih hidup.[23]
Seperti dikatakan di muka, bahwa Blumer lebih banyak dipengaruhi oleh Mead dalam berbagai gagasan psikologi sosial-nya  mengenai teori interaksionisme simbolik. Kendatipun demikian, seorang blumer tetap memiliki kekhasan-kekhasan dalam pemikirannya, dan terutama ia mampu membangun suatu teori dalam sosiologi yang berbeda dengan “gurunya”,  Mead. Pemikiran blumer pada akhirnya memiliki pengaruh yang cukup luas dalam berbagai riset sosiologi. Bahkan blumer pun berhasil mengembangkan teori ini sampai pada tingkat metode yang cukup rinci. Teori interaksionisme simbolis yang dimaksud blumer bertumpu pada tiga premis utama:
·         Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
·         Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.
·         Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial sedang berlangsung.[24]
Teori interaksionisme simbolis merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata  beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor secara langsung maupun tidak, selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karena itu, interaksi manusia di jembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menamukan makna tindakan orang lain. 
      Dalam konteks itu, menurut Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi dimana dan kemana arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi harus tidak di anggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan. Blumer mengatakan bahwa individu bukan di kelilingi oleh lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan memebentuk perilakunya. Gambaran yang benar ialah ia membentuk obyek-obyek itu.
      Dalam pada itu, maka individu sebenarnya sedang merancang obyek-obyek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan simbol-simbol.
      Dengan begitu, manusia merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan obyek-obyek yang di ketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagi self indication. Self indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. Proses self indication ini terjadi dalam konteks sosial dimana individu mencoba “mengantisipasi” tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu.[25]
C. ANALISIS
Menurut kami interaksi simbolik adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antar manusia dapat diketahui melalui simbol yang di bangun oleh setiap individu. Dan pengaruh dari penilaian kita melalui simbol yang diberikan kepada orang lain bisa berpengaruh positif dan negatif tergantung dari interpretasi individu masing-masing.
Kami sependapat dengan John Dewey yang menyatakan bahwa manusia tidak secara pasif menerima begitu saja pengetahuannya dari luar, karena pengetahuan individu di dapatkan dari pengalaman yang di alami oleh individu tersebut. Menurut Cooley individu dan masyarakat merupakan dua sisi dari realitas yang sama. Keduannya ibarat dua sisi dari satu mata uang. Cooley mengacu pada gagasan wiliam james tentang konsep “diri sosial”. Konsep “diri” seseorang dipahami sebagai bayangan yang menurut dirinya dimiliki oleh orang lain (tentang dirinya tersebut). Sehingga bisa dikatakan bahwa seseorang melihat dirinya melalui mata orang lain. Sedangkan Mead memperkenalkan dialektika hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Bagi Mead, individu merupaka makhluk yang sensitif dan aktif. Keberadaan sosialnya sangat mempengaruhi bentuk lingkungannya (secara sosial maupun dirinya sendiri). Secara efektif, sebagaimana lingkungan mempengaruhi kondisi sensivitas dan aktifitasnya. Mead menekankan bahwa individu itu bukanlah merupakan “budak masyarakat”. Dia membentuk masyarakat sebagaimana masyarakat membentuknya. Bagi Mead tertib masyarakat akan terjadi manakala ada komunikasi yang dipraktikan melalui simbol-simbol.
Begitu juga dengan Blumer yang banyak mengembangkan pemikiran-pemikiran Mead. Bahwasanya teori interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis:
a.       Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
b.      Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.
c.       Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial sedang berlangsung.


D. KESIMPULAN

1.      Pengertian interaksi dalam kamus bahasa Indonesia adalah saling mempengaruhi , saling menarik, saling meminta dan memberi. Dalam bahasa inggris disebut interaction yang dalam kamus ilmiah berarti pengaruh timbal balik, saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan simbolik dalam kamus bahasa indonesia berarti perlambangan, dan dalam bahasa inggris disebut symbolic yang dalam kamus ilmiah berarti perlambangan, gaya bahasa yang melukiskan suatu benda dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau pelambang. Secara terminologi Interaksionisme Simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsa­fah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi.

2.      Teori interaksionisme simbolik dikonstruksikan atas sejumlah ide-ide dasar. Ide dasar ini mengacu pada masalah-masalah kelompok manusia atau masyarakat, interaksi sosial, obyek, manusia sebagai pelaku, tindakan manusia dan interkoneksi dari saluran-saluran tindakan. Secara bersama-sama, ide-ide mendasar ini mepresentasikan cara dimana teori interaksonalisme simbolik ini memandang masyarakat mereka memberikan perangkat kerja pada ilmu sekaligus menganalisisnya. Secara singkat kerangka-kerangka itu diantaranya adalah sifat masyarakat, sifat interaksi social, ciri-ciri obyek,manusia sebagai makhluk bertindak, sifat aksi manusia dan pertalian aksi. Beberapa implikasi metodologis para ahli teori interaksionisme simbolis terhadap kehidupan kelompok dan aksi sosial dapat diketahui pada empat hal, yang pertama individu, kedua kolektifitas manusia, ketiga tindakan sosial secara sendiri-sendiri atau bersama, keempat tindakan-tindakan pertalian komplek. Yang selanjutnya mengenai Prinsip-prinsip dasar teori interaksi smbolik yang pertama: tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir. Kedua: Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. Ketiga Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu. Keempat: Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. Kelima: Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. Keenam: Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relative mereka, dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakan itu. Ketujuh: Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.

3.      Dalam teori interaksionisme simbolik ada beberapa tokoh yang berperan penting di dalamnya. Mulai dari John Dewey, George Herbert Mead, Chales Horton Cooley dan Herbert Blumer. John dewey adalah seorang filusuf dari Amerika, pendidik dan pengkritik sosial yang lahir di Burlington, Vermont tahun 1859. Selain itu dia merupakan pemikir yang terkenal dengan filsafat instrumentalis-nya. Pendapat beliau bahwasannya sebelum dia menentukan sikap dan perbuatannya terhadap orang lain, dia melakukan sebagai pertimbangan dan menilainya, untuk kemudian memilih dari berbagai kemungkinan dalam bertindak. Dalam proses yang bersifat aktif ini, fikiran manusia tidak hanya berperan sebagai instrumen melainkan juga menjadi bagian dari sikap manusia. Cooley dilahirkan dikota Ann Arbor, di negara bagian Michigan, Amerika Serikat.  Beliau lahir pada tahun 1864, Cooley lebih menekankan bahwasannya seseorang melihat dirinya melalui mata orang lain perbedaanya dengan Mead kalau bagi Mead, tertib masyarakat akan terjadi manakala ada komunikasi yang dipraktikkan melalui simbol-simbol. Mead terlahir di South Hadley, Massachusetts, pada 27 Februari 1863. Mead yang mendalami filsafat dan penerapannya pada psikologi sosial. Tokoh yang selanjutnya yakni Herbert Blumer yang banyak mengembangkan pemikiran-pemikiran George Herbert Mead. Bagi Blumer manusia bertindak bukan hanya faktor eksternal (fungsionalisme struktural) dan internal (reduksionis psikologis) saja, namun individu juga mampu melakukan self indication atau memberi arti, menilai, memutuskan untuk bertindak berdasarkan referensi yang mengelilinginya itu. Pada dasarnya tindakan manusia itu terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal. Metode empiris Blumer lewat pengamatan (inquiry), penjelajahan (exploration), dan pemeriksaan (inspection). Blumer menekankan pada aspek kemanusiaan (humanis) yang unik dan berbeda satu sama lain, memiliki cita, rasa, karsa, serta multi variat.




Daftar Rujukan

Soeprapto, Riyadi. 2001. Interaksionisme Simbolik perspektif sosiologi modern. Malang: Averroes Press
Daryanto, 1997. kamus bahasa indonesia lengkap, Surabaya: Apollo
M. Echols, John, Hassan Shadily, 2005. kamus inggris indonesia, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama
Jones, Pip. 1979 pengantar teori-teori sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Goodman, Douglas. J. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Agustin, Risa. kamus ilmiah populer. Surabaya: Serba Jaya
Hudaniah, Tri Dayakisni. 2009. psikologi sosia.,Malang: UMM Press
Gerungan, 2009. psikologi sosia. Bandung: Refika Aditama
Santoso, Slamet. 2010. teori-teori psikologi sosial. andung: Refika Aditama
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1674/1/etnomusikologi-arifni.pdf://nikolassutrisno.blogspot.com/2010/11/interaksionisme-simbolik.html


[1] Daryanto, kamus bahasa indonesia lengkap, surabaya: Apollo,1997 hlm:286
[2] John M. Echols & Hassan Shadily, kamus inggris indonesia, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005 hlm:327
[3] Risa Agustin, kamus ilmiah populer,(surabaya: serba jaya) hlm.489
[4] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1674/1/etnomusikologi-arifni.pdf://nikolassutrisno.blogspot.com/2010/11/interaksionisme-simbolik.html
[5] Pip Jones, pengantar teori-teori sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1979 hlm:142
[6] Riyadi Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm.145
[7] Tri Dayakisni Hudaniah, psikologi sosial,(Malang: UMM Press,2009) hlm.119
[8] Riyadi Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm.146
[9] Gerungan, psikologi sosial,(Bandung: Refika Aditama,2009)hal.26
[10] Riyadi Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm.146
[11] Ibid hlm.148
[12] Slamet Santoso, teori-teori psikologi sosial,(Bandung: Refika Aditama,2010) hlm.220
[13] Riyadi Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm.148
[14] Goodman, Douglas. J.Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2007) hlm.289
[15] Rachmad K. Dwi Susilo, 20 tokoh sosiologi modern,(Jogjakarta:Ar-ruz Media,2008) hlm:77
[16] Riyadi Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm 112
[17] Ibid hlm 114
[18] Ibid hlm:114
[19] Rachmad K. Dwi Susilo, 20 tokoh sosiologi modern,(Jogjakarta:Ar-ruz Media,2008) hlm:59
[20] Ibid hlm:116
[21] http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/goresan-pena-sahabatku-paul-kalkoy/pragmatisme-john-dewey/
[22] Riyadi Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm 109
[23] Rachmad K. Dwi Susilo, 20 tokoh sosiologi modern,(Jogjakarta:Ar-ruz Media,2008) hlm:163
[24] Soeprapto, interaksionisme simbolik (perspektif sosiologi modern),(Malang: Averroes Press,2001) hlm:121
[25] Ibid hlm122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar